Orang Kristen Pernah Jadi Gubernur Jakarta

Isu suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA) kini dipakai untuk kampanye politik pemilihan (Pilkada) gubernur DKI Jakarta. Padahal sejarah mencatat, putra asal Minahasa beragama Kristen, pernah menjadi wakil gubernur sekaligus gubernur di periode 1960-1965.

 

Saya sengaja menulis ini, untuk menepis anggapan seniman Rhoma Irama pendukung Foke-Nara, yang menyatakan pemimpin daerah harus beragama Islam. Kita semua tahu, bahwa pernyataan Bang Haji itu ditujukan ke Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, yang merupakan cawagub pendamping Jokowi. Ahok adalah pria asal Bangka-Belitung keturunan Tionghoa yang beragama Kristen.

 

Gubernur yang saya bahas adalah Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau biasa disebut Henk Ngantung. Presiden Soekarno mengangkat Henk Ngantung menjadi Gubernur DKI Jakarta karena ingin Jakarta menjadi kota yang berbudaya. Saat itu, memang calon gubernur tidak mengikuti Pilkada, karena ditunjuk langsung oleh presiden.

 

Di saat Henk Ngantung menjadi wakil gubernur Jakarta, di tempat asalnya Sulawesi Utara (Sulut), AA Baramuli menjadi gubernur. Bahkan, provinsi Sulut yang kala itu mayoritas beragama Kristen pun, pernah dipimpin oleh gubernur beragama Islam, yakni Abdullah Amu yang menjabat pada periode 1966-1967. Sulut memang hingga kini dikenal sebagai provinsi yang pluralis, sehingga nyaman bagi setiap pendatang dan kalangan investor dari manapun.

 

Terlepas dari pro-kontra prestasi Henk Ngantung sebagai gubernur di waktu menjabat, saya ingin memberi apresiasi kepadanya, karena mampu menjadikan Jakarta sebagai daerah yang pluralis. Sayangnya, beliau ‘terjebak’ pada krisis ekonomi negara dan konflik politik yang melibatkan PKI.

 

Bagi saya, Henk Ngantung telah mencatat sejarah di negeri ini, bahwa pemimpin itu tak harus hadir dari kelompok mayoritas. Ia berhasil mewujudkan sosok gubernur yang berwibawa tanpa harus melakukan korupsi. Henk Ngantung yang pernah dituduh PKI dan dijebloskan ke penjara, tidak pernah menggugatnya ke pengadilan di masa orde baru dan reformasi.

 

Dan terakhir, sebagai uji objektifitas tulisan saya ini, saya mendukung sepenuhnya kandidat mana pun yang berlaga di Pilkada Jakarta. Meskipun secara garis instruksi partai politik tempat aktifitas saya mendukung kandidat Foke-Nara, tapi ijinkan saya memberikan apresiasi luar biasa kepada sosok Ahok.

 

Saya yakin, meski hatinya gundah dengan isu SARA, tapi ia tetap bersikap sabar dan mengutamakan ‘hukum kasih’ sebagai seorang penganut Kristen. Sama seperti Henk Ngantung, Ahok berhasil menunjukkan kualitas kepemimpinan dan bukan sebatas ingin diakui sebagai pemimpin.

 

Salam Kompasiana!

Posted via email from Jackson Kumaat

0 komentar: