Doa Untuk Aceh

Pijakan kaki kembali bergetar di Tanah Aceh. Ratusan ribu orang di pesisir pantai Pulau Sumatera dan jutaan penduduk di sejumlah negara panik, menyusul gempa berkekuatan 8,5 skala Richter  dan berpotensi tsunami, Rabu (11/4/2012).

 

Gempa ini adalah gempa yang terhebat setelah gempa yang disertai tsunami pada 2004 lalu. Saya percaya, Tuhan masih menyayangi Indonesia, karena gempa terakhir ini tak disertai tsunami hebat. Setidaknya, ini adalah ‘peringatan’ bagi kita semua untuk tetap bersahabat dengan alam, meskipun itu dalam bentuk gempa.

 

Sejak dulu saya selalu menganggap gempa dan letusan gunung bukanlah bencana alam. Bagi saya, itu adalah fenomena alam yang bisa terjadi tanpa bisa diprediksi oleh manusia dan teknologi canggih. Meski demikian, sebagian manusia sudah diberikan talenta melalui ilmu pengetahuan yang dimilikinya, untuk dapat memberikan peringatan dini (early warning).

 

Apa saja peringatan dini itu?

 

Sudah banyak para pakar yang berkompeten bicara tentang rentannya Bumi Indonesia terkena ‘bencana’. Jadi, di tulisan ini saya ingin berbagi hati untuk selalu bersahabat dengan alam. Lupakanlah klenik yang mengaitkan gempa kemarin dengan hasil Pilkada di Aceh. Menurut saya, gempa di perairan Aceh itu, sama sekali tak terkait dengan klenik apapun termasuk panasnya politik di Indonesia.

 

Saya meyakini, bahwa gempa di Aceh merupakan karunia-Nya yang tak perlu disesali dan disalahkan. Dengan memberi ruang instrospeksi di dalam hati kita masing-masing, maka kita bisa merasakan betapa kecilnya kita ini, mahluk di bumi yang memiliki akal budi.

 

Untuk itu, sudah sepantasnya kita membuka hati dan merenung, sekaligus membuka diri untuk berterima kasih dan saling memaafkan. Dengan hati yang bersih, kita akan sadar betapa pentingnya untuk hidup rukun dan damai. Hidup tanpa konflik dengan sesama dan merawat alam semesta adalah kunci dari bersabat dengan alam.

 

Salam Kompasiana!

Images

Posted via email from Jackson Kumaat

0 komentar: