Di Balik Akuisisi Bank Danamon

ADA berita menarik usai demo besar menentang kenaikan BBM, akhir pekan lalu. DBS Group Holdings Ltd telah mengakuisisi 67,37 persen Bank Danamon senilai Rp 45,2 trilyun.

 

Dari sisi investasi Indonesia, akuisisi ini merupakan good news. Pekan sebelumnya, DBS telah menandatangani perjanjian jual beli saham bersyarat dengan Fullerton Financial Holdings Pte Ltd (FFH) untuk mengambilalih 100 persen saham Asia Financial Indonesia Pte Ltd. Nah, Asia Financial Indonesia (AFI) adalah perusahaan yang memiliki 67,37 persen saham PT Bank Danamon Indonesia Tbk.

 

Mungkin karena tiba-tiba, Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat melakukan suspensi saham PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN), menyusul kenaikan 40,22% menjadi Rp 6.450 per lembar, dari penutupan akhir pekan lalu Rp 4.600 per lembar.

 

Beredar rumor, aksi beli saham BDMN ini lantaran efek pergantian pemegang saham secara tidak langsung dari FFH di AFI kepada DBS. Pada Sesi I perdagangan Senin (2/4/2012), saham BDMN disuspensi atas permintaan manajemen untuk mencegah spekulasi. Pada hari yang sama, DBS telah menyampaikan penjelasan atas aksi beli saham FFH.

Menurut Chief Executive Officer DBS Group Holdings and DBS Bank, Piyush Gupta, DBS selama ini bertekad menjadi bank terkemuka di Asia, dengan sumber pendapatan yang beragam dengan segmen bisnis utamanya di China, Asia Selatan dan Asia Tenggara.

 

DBS mengklaim, pengambilalihan Danamon akan meningkatkan kontribusi pendapatan dari perkembangan pasar keuangan yang tinggi. Bahkan, langkah DBS juga akan menjadikan Indonesia menjadi satu dari tiga kontributor pendapatan terbesar bagi DBS, bersama dengan Singapura dan Hong Kong.

 

Sejumlah media di Singapura misalnya, menganggap DBS sebagai perusahaan perbankan yang terbesar di negeri itu. Bank ini kabarnya mampu menguasai pasar nasabah di Singapura dan sejumlah negara di Asia.

 

Sisi lain di balik akuisisi Bank Danamon, bagi saya, adalah mulai baiknya iklim ekonomi nasional. Meski, sepekan sebelumnya terjadi ‘gejolak’ aksi demonstrasi anti-kenaikan BBM, namun kalangan investor asing tampak tidak bergeming. Mereka tetap melanjutkan kegiatan ekonomi dengan atau tanpa kenaikan BBM.

 

Menurut saya, hal ini patut diapresiasi. Ternyata, banyak investor termasuk DBS masih menganggap Indonesia sebagai pasar potensial yang menguntungkan. Gejolak politik yang terjadi, meski diwarnai kekhawatiran publik terjadi kerusuhan, tak membuat kalangan investor berpandangan negatif terhadap masa depan perekomian Indonesia.

 

Nah, inilah tugas pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sebagai regulator perbankan. Akuisisi ini harus menjadi cambuk melakukan pembenahan sistem perbankan nasional. Pemerintah dan BI perlu mendukung setiap kegiatan perbankan seperti ini, agar tercipta persaingan yang sehat dan pada akhirnya dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat.

 

Semoga, akuisisi Bank Danamon ini bisa membangkitkan perekonomian nasional dan tentunya pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah. Saya berharap, DBS di Indonesia nantinya mampu menyegarkan pertumbuhan ekonomi, termasuk di sektor riil.

 

Salam Kompasiana!

72473_bank_danamon_300_225

Posted via email from Jackson Kumaat

0 komentar: