Bangkit dari Keterpurukan Industri Pariwisata

Tampaknya, Pemerintah perlu meningkatkan kinerjanya di bidang pariwisata. Di Sulawesi Utara (Sulut) misalnya, angka kunjungan wisatawan mancanegara ke Sulut menurun drastis pada tahun 2010 hingga triwulan I tahun 2011.

 

Menurut berita tersebut, pada tahun 2010 data kunjungan turis asing hanya 20.045 orang, atau turun dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 51.977 orang. Hingga triwulan I-2011, Januari hingga Maret, kunjungan wisatawan asing baru 4.000 orang.

 

Uniknya menurut data Dinas Pariwisata Sulut, angka kunjungan wisatawan nusantara juga turun tajam dari 1.529.973 orang tahun 2009 menjadi 258.512 orang tahun berikutnya. Saya menduga, tingginya wisatawan pada tahun 2009 itu, karena Sulut memiliki ivent yang digelar bersamaan, yakni konferensi kelautan dunia WOC, pertemuan tingkat tinggi negara terumbu karang dan pelaksanaan Sail Bunaken.

 

Mudah-mudahan ini tidak menjadi mimpi buruk bagi para pelaku industri pariwisata, khususnya di Sulut. Data ini juga harus menjadi titik nol perbaikan manajemen dan sistem kepariwisataan. Mau tak mau dan suka tak suka, kita harus mengakui bahwa pariwisata adalah industri yang membutuhkan komitmen dan kerja sama pihak-pihak terkait.

 

Bagi saya, promosi adalah ujung tombak dalam upaya menarik wisatawan mancanegara. Ibarat teknik marketing, Indonesia harus memiliki tim markerter yang andal di luar negeri, untuk mempromosikan pariwisata di negara-negara sahabat. Tentunya, negara-negara ini merupakan calon turis yang ‘royal’ berpergian ke luar negeri.

 

Suatu malam ketika mampir di Lomalinda California, saya menghadiri cara bertajuk ‘Semalam di Minahasa’ yang menyuguhkan tari-tarian dan lagu daerah, khususnya dari Minahasa. Saya masih ingat, kala itu sejumlah warga AS turut serta dalam ‘pesta rakyat’ tersebut. Nah, persoalannya adalah, event seperti ini belum digarap maksimal untuk menyedot perhatian warga AS secara luas, karena masih terbatas acara ‘kangen-kangenan’ warga Indonesia.

 

Siapa para markerter pariwisata itu? Sebaiknya adalah warga Indonesia yang sudah menetap di luar negeri dengan dukungan kantor-kantor perwakilan Indonesia di sana. Secara formal, mereka harus turut membantu menggairahkan wisata Nusantara. Dan secara informal, promosi wisata ini bisa dalam bentuk pergaulan sehari-hari.

 

Pernah saya mengunjungi Singapura, tepatnya di Merlion Park. Patung singa dengan mngeluarkan air mancur dari mulut singa tersebut, sangat terkenal. Biasanya, para wisatawan mancanegara seperti saya ketika itu, memiliki target wisata ke Merlion Park.

 

Di sanalah saya menemui sejumlah pelancong asing yang lebih mengenal istilah ‘Bali’ daripada ‘Indonesia’. Harus diakui, banyak bule yang kurang familiar dengan nama Indonsia, apalagi Sulut. Mereka lebih mengenal Bali. Sedangkan jika kita sebut Bunaken, Danau Toba, Raja Ampat atau Tanah Toraja, mereka begitu antusias, daripada kita memperjelas asal usul diri kita dari ‘Indonesia’.

 

Tanpa bermaksud mengecilkan semangat nasionalisme, menurut saya, konsep inilah yang perlu digerakkan. Pariwisata tak boleh terpengaruh oleh iklim politik, meskipun kadangkala kondisi itu tak dapat terhindarkan. Kita harus lebih giat lagi mempromosikan objek-objek wisata selain Bali. Apalagi, saat ini sudah ada rute penerbangan langsung, seperti Manado-Singapura atau Makassar-Singapura. Dengan memperkenalkan objek wisata dan tentunya jaminan keamanan selama berkunjung, saya optimis, tim markerter pariwisata di luar negeri akan terbantu dengan tim bayangan, yakni para turis yang baru saja berkunjung dari Indonesia. Promosi ‘dari mulut ke mulut’ adalah promosi yang luar biasa dalam dunia marketing.

1642035620x310

Posted via email from Jackson Kumaat

0 komentar: