Anti-Korupsi, Kunci Kehadiran Investor Asing

SULAWESI UTARA (Sulut) mendapat kehormatan sebagai perwakilan provinsi di Indonesia dalam pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), yang berlangsung di Montana Amerika Serikat. Salah satu faktor diikut-sertakannya Sulut dalam rombongan delegasi RI di APEC, yakni predikat Sulut sebagai provinsi yang meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian dalam penyelenggaraan pemerintahan.

 

Pada tulisan saya sebelumnyamengutip berita Koran Kompas, hingga saat ini hanya ada 15 daerah di Indonesia yang laporan keuangannya mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ke-15 daerah itu terdiri atas kabupaten, kota, dan satu provinsi, yaitu Sulut. (Mohon maaf kepada Kompasianer yang ingin membaca berita di Koran Kompas tersebut, sebelumnya harus membayar Kompas Digital. Hehehe…)

 

Itulah yang menjadikan acara ini berharga mahal bagi Sulut. Sebagai daerah yang memiliki predikat WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Sulut harus melewati 173 indikator penilaian. BPK juga memberikan opini terendah dalam tingkatan pemberian pendapat hasil audit mereka terhadap 18 dari 151 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Ke-18 daerah itu memperoleh opini tidak wajar, yang artinya, seluruh laporan keuangan tidak memberikan keyakinan kepada auditor BPK dalam pemeriksaannya.

 

Jadi, ini adalah sebuah ‘tiket’ bagi Sulut untuk menghadiri APEC di Montana. Tentunya bagi kami rombongan dari Sulut, event ini mampu menjual Sulut untuk dijadikan sasaran investasi jangka panjang. Apalagi posisi geografis Sulut sangat strategis di bibir pasifik.

 

Dalam beberapa kesempatan formal, Gubernur SH Sarundajang dan Duta Besar Dino Patti Djalal menerima apresiasi dari komunitas bisnis Amerika Serikat. Mudah-mudahan pertemuan itu akan mempercepat mimpi besar Sulut menjadi pintu masuk Asia Pasifik.

 

Usai pertemuan ini, kami dari Sulut berencana untuk membangun kantor badan investasi yang diberi nama North Investment Sulawesi Board, yang berlokasi di Manado, Singapura dan Hongkong. Singapura dan Hongkong dipilih menjadi kantor perwakilan karena dua negara ini merupakan pusat ekonomi di kawasan Asean. Meski demikian, pembentukan badan ini dipastikan tak akan bebani APBD.

 

Harus diakui, hingga kini banyak kalangan investor asing melakukan wait and see sebelum menanamkan investasi di Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum, setiap investor harus mengeluarkan dana siluman, agar bisa mendapatkan izin berbelit-belit dari level pusat hingga daerah.

 

Sudah saatnya, pemerintah mengubah paradigm ini, yakni menyediakan fasilitasi perizinan secara gratis, termasuk tak memungut biaya jasa fasilitasi pengurusan perizinan. Pengurusan izin selama ini ditengarai menjadi masalah lemahnya minat asing menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah.

 

Slogan anti-korupsi selama ini dikenal publik hanya sebatas kinerja aparat penegak hukum di kepolisian dan KPK. Maka dari itu, kini saatnya pemerintah daerah mendukung anti-korupsi yang dimulai dari dalam, yakni tidak melakukan pungutan liar (pungli) serta mempermudah izin investasi asing. Semoga hal ini bisa diikuti daerah lain, agar investasi asing mengalir ke daerah, demi kesejahteraan 

246899_226198837391322_100000036224334_1038689_2347482_n

Posted via email from Jackson Kumaat

0 komentar: