KPK, Polri dan Facebook Sopir Saya

AKHIR PEKAN saya bersama anak-istri kali ini, memang sengaja tak ke luar rumah. Kali ini, kami sekeluarga melakukan kerja bakti membersihkan pekarangan depan dan belakang rumah. Maklum, saat ini musim pancaroba, sebuah waktu yang digemari nyamuk DBD untuk berkembang biak.

Nah, setelah membersihkan sampah dan kotoran terutama di tempat-tempat yang jarang terkena sinar mentari, saya duduk sejenak di kursi favorit saya yang empuk. Sambil berupaya senyaman mungkin di sandaran kursi buatan home industry di Bekasi ini, saya mengambil ponsel saya. “Wah, lumayan banyak SMS yang masuk,” begitu pikir saya. Sepanjang Sabtu kemarin saya cukup sibuk dengan persiapan studi S2. Jadi, hanya telepon keluarga yang saya prioritaskan. Ada yang menarik pada SMS yang saya baca. Pertama, beberapa kawan lama menawarkan proyek kerja sama. Tak sadar saya meresponnya hanya dengan tersenyum. “Kawan ini ada-ada aja. Proyek tempo hari belum kelar, kok nawarin lagi,” demikian saya bergumam dalam hati.

Dan kedua adalah, SMS berisi tentang berita seputar perseteruan antara KPK dan Polri. Nah, ini dia ! Kurang etis jika saya ungkap isi SMS kawan-kawan saya di Kompasiana. Setidaknya, saya ingin mengungkapkan kepedulian anak-anak muda di beberapa daerah, dalam proses perjalanan bangsa ini. Awalnya saya ragu, ini bisa jadi kepedulian semu. Tapi tidak, setelah saya membuka situs Facebook, yang ‘ditunggani’ sebagai fasilitas gerakan moral (moral force) aksi menolak penahanan Bibit Rianto dan Chandra M Hamzah.

Kepedulian ini mulai nyata, seiring dengan faktor kedekatan masyarakat dengan ‘virus’ dunia maya yang namanya Facebook. Uniknya, sopir saya bernama Agus, yang punya account Facebook, ikut mendukung Bibit dan Chandra.

Sebenarnya, ada banyak pertanyaan di benak saya, kok bisa ya, sopir saya mengakses internet. Padahal selama pengamatan saya, belum pernah Si Agus menyentuh laptop atau komputer di ruang kator.

Saya baru sadar, saat ini sudah banyak jenis ponsel yang bisa mengakses internet, terutama menjadi bagian Facebookers. Mungkin alasan itulah, yang menjadikan saya bergebu-gebu untuk masuk ke komunitas Kompasiana. Agus bersama sejumlah kawan-kawannya sudah tergabung dalam grup “Gerakan Sejuta Facebookers Mendukung KPK Bibit-Chandra” yang dibuat oleh Usman Yasin. Malah beberapa sopir komplek perumahan saya mengaku ingin turun jalan pada tanggal 8 November mendatang. Alamak. Bukannya saya ingin melarang sopir berdemo. Tapi kok, gerakan ini cukup unik dilakukan, karena dimotori oleh Facebook. Entah, apakah mirip gerakan tersebut hanya heboh di dunia maya dan akhirnya melempem di ajang kopi darat unjuk rasa, tapi minimal, gerakan ini sudah merambah ke lapisan masyarakat. Mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa, pedagang, karyawan biasa, kalangan profesional hingga ke pejabat publik yang memiliki account Facebook. Luar biasa atau biasa saja? Entahlah.

Meski gerakan yang direncanakan itu belum terealisai di lapangan, tapi saya salut dengan komunikasi politik via Facebook. Bahkan saya ikut mengangguk, ketika sopir saya tersenyum sambil mengangguk melintas di depan tempat duduk saya. Bisa jadi, dengan bahasa tubuh ia ingin meminta persetujuan, dalam rangka meramaikan moral force Facebook.

Tapi respon anggukan saya barusan bukan untuk menyetujui gerakannya. Saya hanya ingin mengatakan, bahwa hasil kerja mencuci mobil kali ini, cukup bagus. Kalau soal manuvernya di Facebook, biar Senin besok (2/11) saja dibicarakan. Yang penting hari ini, kerja bakti seputar rumah berhasil sukses. Selamat tinggal nyamuk. [Senja di pinggir ibukota, jackson kumaat]

0 komentar: