Tentunya, ini bukan sembarang kertas, karena isinya berasal dari komunikasi kongres yang para pesertanya berasal dari penjuru Tanah Air. Masih memegang koran pagi, kepala saya bersandar ke bantalan kursi. Kini, saya tak lagi tersenyum. Fantasi saya menerobos jauh terhadap persoalan bangsa, khususnya yang mengganggu hati saya. Entah kenapa, hati saya jadi bertanya, “Kenapa saat ini masih ada kelompok masyarakat yang kurang senang dengan plularisme? Lantas, apa tugas negara dalam hal ini pemerintah, untuk menyadarkan warga yang terkungkung dengan sikap eksklusif?” Masih banyak jutaan pertanyaan di benak saya, dalam merefleksikan Peringatan Sumpah Pemuda tahun 2009 ini. Dan bagi saya, hulu dari persoalan ini tampaknya mulai ada titik terang. Saya pikir, kalangan generasi tua yang duduk di kursi-kursi pemerintahan, belum maksimal menjalankan tugasnya sebagai abdi negara. Kondisi ini mereka generasi tua saat ini berbeda sekali, jika dibandingkan saat generasi tua di era menjelang Kemerdekaan’45 atau ketika lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Perlukah ini diperbaiki? Itulah kerinduan saya, sebagai anak muda, tentunya. Meski saya sudah beristri dan memiliki dua anak, tapi mesin jiwa saya adalah manusia muda Indonesia. Dan raga saya adalah bahan bakar alam, yang sifatnya abadi. Pernah suatu ketika, saya ingin sekali menjewer aparat pemerintah dan penegak hukum, yang tak berdaya menghadapi aksi-aksi penindasan terhadap kaum lemah dan kelompok minoritas. Mata saya langsung menyipit tanda berpikir, ketika membaca koran atau menonton berita di televisi, tentang sebuah gereja di Depok Jawa Barat yang dipaksa tutup, dengan dalih belum berijin. Saya juga langsung menghela nafas, saat mendengar kabar dari kawan-kawan seprofesi keturunan Tiongoa, yang hingga kini masih sulit menjadi tentara. Bahkan sebagian dari mereka masih mengeluh, jika mengurus KTP. Inikah negara kita yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945? Kepala saya cuma bisa tertunduk dan mata terpejam, hanya untuk mengigat-ingat kembali teks Sumpah Pemuda. “Pertama, Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kedua, Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ketiga, Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
salam hangat dari pinggir ibukota, jackson kumaat
0 komentar:
Posting Komentar