Pemuda Sudah Bersatu, tapi Orang Tua ?

PAGI kemarin, saya iseng ingin menyetel musik dari DVD player. Kebetulan istri saya rajin merapihkan koleksi kepingan CD dan DVD, terutama berdasarkan era album itu dirilis. Sambil menyetel satu-per satu lagu favorit, akhirnya pilihan saya jatuh pada lagu-lagu perjuangan nasional. “Yes, ini dia lagu berjudul ‘Tanah Air,” begitu pikir saya. Dan kemudian, alam pikiran saya terbuai oleh aluman musik pagi. Mentari kali ini terasa segar, karena sudah ada pisang goreng dan teh manis hangat, persembahan istri tercinta. Sambil duduk di kursi beranda belakang rumah, saya pun bersiap menyantap sarapan wajib untuk menambah wawasan isi kepala. “Nah, ini dia koran yang terbit tanggal 28 Oktober…” Saya tersentak. Ternyata hari ini adalah Peringatan Sumpah Pemuda. Saya jadi tersenyum sendiri, saat telinga saya mendengar bait akhir ‘Tanah Air’. Mungkinkah ada kaitan antara lagu-lagu perjuangan yang saya dengar dengan hari Sumpah Pemuda? Bisa ya, tapi bisa juga tidak. Mata saya kurang konsenterasi membaca koran. Bukan lantaran saya sedang malas, tapi sebagian pikiran saya sedang menerawang jauh. Saya jadi ingat sewaktu aktif gerakan mahasiswa di Forkot, dahulu. Di era’98, saya memang dianggap pentolan aktivis mahasiswa. Cuma beda dengan aktivis ‘edan’ di Forkot yang gemar berhadapan langsung dengan aparat. Saya lebih senang menempatkan diri bersama kelompok ‘think-thank’, yakni kelompok yang mempersiapkan jalannya demonstrasi. Kelompok ‘think-thank’ ini, biasanya menggelar rapat sehari menjelang kami show time. Lokasi pertemuannya pun, bukan di kampus. Kadang di warung kopi, beberapa kali di rumah salah satu dari kami, dan pernah malah di dekat Polda Metro Jaya. Kok di kantor polisi? Aha! Ini dilakukan untuk menghindari tim intel yang sering melacak gerak-gerik aktivis mahasiswa. Saya jadi ingin membandingkan era’98 dengan era’28 atau saat lahirnya Peringatan Sumpah Pemuda. Satu hal yang saya ingat dari guru PMP saya di SMA, Sumpah Pemuda merupakan sumpah setia hasil rumusan Kongres Pemuda II, dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928. Rumusan Sumpah Pemuda itu ditulis oleh anak muda bernama Moehamad Yamin pada sebuah kertas!

Gerakan Pemuda 1928

Tentunya, ini bukan sembarang kertas, karena isinya berasal dari komunikasi kongres yang para pesertanya berasal dari penjuru Tanah Air. Masih memegang koran pagi, kepala saya bersandar ke bantalan kursi. Kini, saya tak lagi tersenyum. Fantasi saya menerobos jauh terhadap persoalan bangsa, khususnya yang mengganggu hati saya. Entah kenapa, hati saya jadi bertanya, “Kenapa saat ini masih ada kelompok masyarakat yang kurang senang dengan plularisme? Lantas, apa tugas negara dalam hal ini pemerintah, untuk menyadarkan warga yang terkungkung dengan sikap eksklusif?” Masih banyak jutaan pertanyaan di benak saya, dalam merefleksikan Peringatan Sumpah Pemuda tahun 2009 ini. Dan bagi saya, hulu dari persoalan ini tampaknya mulai ada titik terang. Saya pikir, kalangan generasi tua yang duduk di kursi-kursi pemerintahan, belum maksimal menjalankan tugasnya sebagai abdi negara. Kondisi ini mereka generasi tua saat ini berbeda sekali, jika dibandingkan saat generasi tua di era menjelang Kemerdekaan’45 atau ketika lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Perlukah ini diperbaiki? Itulah kerinduan saya, sebagai anak muda, tentunya. Meski saya sudah beristri dan memiliki dua anak, tapi mesin jiwa saya adalah manusia muda Indonesia. Dan raga saya adalah bahan bakar alam, yang sifatnya abadi. Pernah suatu ketika, saya ingin sekali menjewer aparat pemerintah dan penegak hukum, yang tak berdaya menghadapi aksi-aksi penindasan terhadap kaum lemah dan kelompok minoritas. Mata saya langsung menyipit tanda berpikir, ketika membaca koran atau menonton berita di televisi, tentang sebuah gereja di Depok Jawa Barat yang dipaksa tutup, dengan dalih belum berijin. Saya juga langsung menghela nafas, saat mendengar kabar dari kawan-kawan seprofesi keturunan Tiongoa, yang hingga kini masih sulit menjadi tentara. Bahkan sebagian dari mereka masih mengeluh, jika mengurus KTP. Inikah negara kita yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945? Kepala saya cuma bisa tertunduk dan mata terpejam, hanya untuk mengigat-ingat kembali teks Sumpah Pemuda. “Pertama, Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kedua, Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ketiga, Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/d/dc/Reformasi98.jpg

Gerakan Mahasiswa 1998

salam hangat dari pinggir ibukota, jackson kumaat

Posted via web from Jackson Kumaat

0 komentar: