Membangkitkan Ecotourism Sulawesi Utara

KOTA Manado kini berpredikat sebagai The City of Eco-tourism. Slogan yang diangkat oleh Sang Walikota Manado Vecky Lumentut ini, agaknya sulit tercapai dalam jangka waktu singkat. Tapi jika dengan prinsip kebersamaan, saya yakin Manado bisa menjadi barometer pariwisata sekelas Pulau Bali.

Apa itu ecotourism atau ekowisata?

Sebenarnya, ecotourism atau ekowisata bukan istilah baru. Penerapan slogan ini memang telah dipikirkan masak-masak, karena sesuai dengan karakter dan budaya masyarakat. Dalam kapasitas sebagai staf khusus Gubernur Sulawesi Utara, saya sangat mendukung upaya ekowisata. Saya pikir, ekowisata yang dicanangkan oleh Pemerintah Kota Manado, tak akan menghambat trend wisata modern yang banyak digelar oleh daerah lain di Indonesia. Secara khusus, saya berupaya semaksimal mungkin mendukung hal ini, dalam aktivitas di Badan Pariwisata Sulawesi Utara.

Rumusan ‘ecotourism’ sebenarnya sudah ada sejak 1987 yang dikemukakan oleh Hector Ceballos-Lascurain. “Nature or ecotourism can be defined as tourism that consist in travelling to relatively undisturbed or uncontaminated natural areas with the specific objectives of studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild plantas and animals, as well as any existing cultural manifestations (both past and present) found in the areas.”

Nah, mungkin mirip dengan wisata alam yang kini banyak ditampilkan di televisi. Tentunya, pariwisata ekologis adalah perjalanan wisatawan ke tempat-tempat alami yang relatif masih tergolong natural atau baru. Konsep ini sangat terkait dengan trend tujuan wisatawan yang ingin menikmati pemandangan alam, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar. Bisa juga mengunjungi budaya masyarakat lokal, baik dari masa lampau maupun masa kini.

Dalam perkembangan pariwisata modern, kini ecotourism disempurnakan oleh The International Ecotourism Society (TIES) pada awal tahun 1990. Bunyinya seperti ini, “Ecotourism is responsible travel to natural areas which conserved the environment and improves the welfare of local people.” Artinya, ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahtraan penduduk setempat”.

Definisi ini sebenarnya hampir sama dengan yang diberikan oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sama-sama menggambarkan kegiatan wisata di alam terbuka, hanya saja menurut TIES dalam kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahtraan penduduk setempat.

Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan pontensi sumber-sumber alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan. Dengan kata lain ekowisata adalah kegiatan wisata alam plus plus. Definisi di atas telah telah diterima luas oleh para pelaku ekowisata.

Untuk itu, kini dibutuhkan kerja sama dan kepudulian berbagai stake holder yang memiliki komitmen terhadap kelestarian lingkungan. Pulau Bunaken misalnya, harus dijaga dengan pengawasan ketat, agar tak ada lagi keluhan wisatawan mancanegara terhadap masalah sampah.

Ini menjadi faktor penting, menyusul makin banyaknya kerusakan lingkungan oleh pembangunan yang bersifat eksploatatif terhadap sumber daya alam. Di samping itu, kita membutuhkan lingkungan asri yang dijaga oleh partisipasi aktif masyarakat setempat. Makanya, Pulau Gangga dan Lehaga yang masih alami di Sulut, harus tetap jaga kealamiannya.

Saya yakin, partisipasi masyarakat lokal akan timbul jika mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi (’economical benefit’) dari lingkungan yang lestari. Kehadiran ekowisatawan ke tempat-tempat yang masih alami itu memberikan peluas bagi penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan alternatif, seperti menjadi pemandu wisata, porter, membuka homestay, pondok ekowisata (ecolodge), warung dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan ekowisata. Ini tentunya dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat.

Diving

Posted via email from Jackson Kumaat

0 komentar: