Catatan Pilkada Bagian 4 : Membagi Waktu Bersama Keluarga (http://kompasiana.com)

SAYA tak dapat memungkiri, aktifitas politik telah menyita sebagian besar waktu dan tenaga. Waktu istirahat tidur bisa berubah menjadi waktu lobi politik, dan bahkan, jadwal kampanye yang telah tersusun rapi, bisa berubah drastis sesusai kondisi di lapangan. Lantas, bagaimana cara membagi waktu untuk keluarga?

Ada sejumlah konsekuensi logis, ketika setiap orang terjun ke dunia politik, khususnya di ajang pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Seorang kandidat akan dihadapkan pada persimpangan dua jalan ketika memenangkan pertarungan Pilkada, di saat membina rumah tangga yang harmonis. Jika menang, tentu seluruh anggota keluarga akan senang dan bahagia, karena turut serta dalam perubahan sosial-ekonomi. Tapi jangan salah, ketika menang pun, Sang Pemenang dihadapkan oleh tantangan dan godaan, yang bisa menjatuhkan karir politiknya.

Contoh sederhananya, kepala daerah dapat masuk penjara, jika tak mampu mengelola manajemen keuangan daerah dengan benar. Ini adalah momok yang paling menakutkan bagi seluruh anggota keluarga, ketika kepala derah terbukti bersalah di pengadilan. Rasa malu dalam menjalani hukuman sosial, merupakan neraka dalam menjalani hidup. Kekuasaan dan uang yang diperoleh, sirna, saat vonis hakim dijatuhkan pada kepala daerah yang korup.

 

Sedangkan jika kalah di Pilkada–dalam konteks ini saya sebagai contoh—akan dihadapkan juga oleh dua persimpangan jalan. Tak sedikit politisi-politisi baru yang menderita gangguan dan penyakit jiwa, ketika kalah dalam pertarungan. Biasanya, penyebab masalah ini adalah pengelolaan anggaran kampanye yang tak terkontrol. ‘Sang pecundang’ dibelit oleh utang yang menumpuk di perusahaan percetakan atribut kampanye. Tak sedikit pula, kandidat yang kalah dikejar-kejar oleh anak buahnya sendiri, karena terlanjur mengobral “Janji Surga” di hadapan Tim Kampanye.

 

Di saat seperti inilah, biasanya terpojok dan merasa hidup terasing di tengah kelompoknya. Peran keluarga sangat menentukan di situasi ini. Mungkin, hanya keluarga dan teman dekat yang bisa menjadi tempat berlindung dari kejaran orang-orang yang mulai menunjukkan prilaku bar-bar.

 

Inilah yang menjadi pelajaran bagi saya sebelum mengikuti proses Pilkada di Manado Sulawesi Utara, pada 3 Agustus 2010. Saya beranggapan, bahwa keluarga adalah sebuah titik awal saya, sebelum memutuskan untuk bertarung di pentas politik. Modal dasar calon kandidat bukanlah uang dan popularitas, melainkan adalah keluarga.

 

Dan komunikasi yang intens, menjadi faktor utama dalam membagi waktu bersama keluarga. Karena itu, berbahagialah bagi setiap pemimpin yang mempu menguasai teknologi komunikasi, seperti telepon, pesan singkat SMS, MMS, chatting dan situs jejaring sosial facebook. Media komunikasi itu sangat membantu bagi saya, dalam bertukar-pikiran dengan istri atau sekedar melepas rindu pada anak-anak tercinta.

Posted via email from Jackson Kumaat

0 komentar: