Ketika Terdakwa Walikota Tomohon Dilantik

Jefferson Rumajar, Walikota Tomohon terpilih 2010-2015, hari ini 7 Januari 2010resmi dilantik di kantor Kementerian Dalam Negeri Jakarta. Acara pelantikan ini menjadi berita besar di Manado, karena Jefferson yang disapa Epe itu, dalam status sebagai terdakwa kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK kabarnya sudah memberikan izin kepada Epe untuk menghadiri acara itu.

Pelantikan Epe bersama pasangannya Wakil Wali Kota Tomohon Jimmy F Eman oleh Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Sarundajang, kabarnya mendapatpengamanan ketat dari petugas KPK. Begitu tiba dari LP Cipinang, Epe yang mengenakan baju batik warna coklat langsung menuju ruang ganti untuk berganti kostum protokoler pelantikan.

Turut hadir dalam acara pelantikan, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono dan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung. Jefferson Rumajar telah mengantongi izin Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk menjalani pelantikan sebagai Walikota Tomohon.

Kenapa seorang pejabat tinggi negara bisa (nekat) melakukan kejahatan korupsi? Dalam tulisan saya sebelumnya, KPK Bisa jadi, Epe adalah salah satu contoh kasus korupsi yang kini menimpa sejumlah kepala daerah di Indonesia. Seorang Epe atau mungkin kepala daerah yang lain, adalah manusia biasa. Kebanyakan dari kepala daerah sudah memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Epe saat ini sedang menjalani persidangan di Pengadilan Khusus Tipikor terkait kasus dugaan korupsi APBD yang diperkirakan merugikan negera hingga Rp19,8 miliar. KPK telah menetapkan Jefferson, politisi Partai Golkar, menjadi tersangka dugaan korupsi APBD Tomohon periode 2006-2008 sejak 14 Juli 2010. Sidang perdana Jeffeson telah dilaksanakan di Pengadilan Tipikor pada 3 Januari 2011.

Jefferson terpilih sebagai Wali Kota Tomohon berdasarkan hasil pilkada 3 Agustus 2010. Menurut gosip rekan-relan di Manado, pelantikan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tomohon ini memiliki nilai penting bagi masyarakat Tomohon.

Dalam tulisan saya sebelumnya, saya sepakat dengan ketua KPK Busyro Muqoddas yang menyatakan kebijakan remunerasi/tunjangan tambahan yang mulai bulan Januari 2011 kepada TNI/Polri dan beberapa departemen tidak akan berpengaruh pada tingkat turunnya korupsi. Korelasinya harus ada reformasi birokrasi. Sistem kepemimpinan yang baik adalah kata kunci pengelolaan negara yang transparan dan akuntabel.

Hingga kini, memang belum ada penelitian yang menyebutkan, bahwa nilai gaji pejabat negara akan berpengaruh pada kesempatan untuk melakukan korupsi. Saya ingin memperlihatkan berapa gaji yang diterima oleh para pejabat negara.

Ini adalah contoh gaji pejabat negara periode 2004-2009 :

 

No.

Jabatan

Gaji Pokok(Rp)
per bulan

Tunjangan Jabatan(Rp)

1

Presiden

30.240.000

32.500.000

2

Wakil Presiden

20.160.000

22.000.000

3

Ketua DPR

5.040.000

18.900.000

4

Wakil Ketua DPR

4.620.000

15.600.000

5

Ketua MA

5.040.000

18.900.000

6

Wakil Ketua MA

4.620.000

15.600.000

7

Ketua BPK

5.040.000

15.600.000

8

Wakil Ketua BPK

4.620.000

15.600.000

9

Ketua Muda MA

4.410.000

10.100.000

10

Anggota DPR sbg Ketua Komisi/Badan

4.200.000

9.700.000

11

Anggota DPR sbg Wakil Ketua Komisi/Badan

4.200.000

9.700.000

12

Anggota DPR sbg Anggota Komisi/Badan

4.200.000

9.700.000

13

Anggota MA

4.200.000

9.700.000

14

Anggota BPK

4.200.000

9.700.000

15

Menteri Negara

5.040.000

13.608.000

16

Jaksa Agung

5.040.000

13.608.000

17

Panglima TNI

5.040.000

13.608.000

18

Pejabat lain setara Menteri

5.040.000

13.608.000

19

Kepala Daerah Provinsi

3.000.000

5.400.000

20

Wakil Kepala Daerah Provinsi

2.400.000

4.320.000

21

Kepala Daerah Kabupaten /Kota

2.100.000

3.780.000

22

Wakil Kepala Daerah

1.800.000

3.240.000

Sumber: kompas.com

Dari nilai gaji tersebut bisa jadi, Epe adalah salah satu contoh kasus korupsi yang kini menimpa sejumlah kepala daerah di Indonesia. Seorang Epe atau mungkin kepala daerah yang lain, adalah manusia biasa. Kebanyakan dari kepala daerah sudah memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Tapi sebagai kepala daerah, harus mampu tahan godaan, karena harus diakui, banyak tarik-menarik kepentingan ekonomi dalam perjalanan kepemimpinannya. Selama pemerintahan berjalan, ada banyak proyek pembangunan yang membutuhkan persetujuan Sang Pemimpin.

Jadi, bisa dibayangkan, seorang walikota atau bupati yang ’tanda tangan’-nya bisa senilai belasan atau puluhan milyar rupiah? Atau seorang menteri yang ’tanda tangan’-nya senilai ratusan milyar dan seorang presiden yang tanda tangannya bisa bernilai satu trilyun rupiah?

Posted via email from Jackson Kumaat

0 komentar: