Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghadiri peringatan Hari Konstitusi di Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Rabu (18/8). Presiden dalam sambutannya juga menolak isu adanya usaha untuk menambah masa jabatan presiden. Peringatan Hari Konstitusi dipusatkan di Gedung Nusantara IV Gedung MPR/DPR/DPD, sekaligus memperingati Hari Ulang Tahun Ke-65 MPR. Hadir juga Wakil Presiden Boediono dan tamu undangan.
JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Junto menilai anggaran belanja baju Presiden yang nyaris mencapai Rp 1 miliar seperti yang dilansir LSM Fitra tidaklah wajar. Menurut dia, Rp 80 juta saja sudah cukup untuk Presiden belanja pakaian sepanjang masa jabatannya. "Itu sudah bikin satu pabrik baju. Presiden sedang bisnis pakaian dan atau apa? Seharusnya Presiden jangan jadi salah satu pelaku pemborosan uang negara," katanya seusai menghadiri diskusi DPD di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (24/9/2010). Jika pun memang ada jatah anggaran belanja pakaian sedemikian besar, kata Emerson, Presiden yang katanya prorakyat seyogianya bisa mengembalikan jika dirasa anggaran tersebut terlalu besar. "Presiden kan harusnya jadi panutan mendorong efisensi penggunaan anggaran," tambahnya. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, kata Emerson, jika Presiden menggunakan jatah belanja pakaiannya untuk membeli produk luar negeri sehingga total belanjanya sedemikian tinggi. "Kita khawatir yang dibeli Presiden bukan produk dalam negeri, harganya jadi lebih mahal," ucapnya. Sebelumnya diberitakan, lembaga swadaya masyarakat Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyampaikan, anggaran pakaian dinas, furniture, dan rumah dinas Presiden mencapai puluhan miliar. Rinciannya, antara lain, alokasi pembelian baju Presiden Rp 839 juta, furnitur rumah dinas Rp 42 miliar, dan pengamanan VVIP Presiden Rp 52 miliar.
"Mana mungkin Presiden meminta-minta anggaran untuk pakaian, furniture, dan lain-lainnya? Satu sen pun Presiden tidak pernah memakainya untuk kepentingan pribadinya. Jadi, data lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu sama sekali tidak benar," papar Sudi.
0 komentar:
Posting Komentar